Lampiran Keputusan
Temu Karya Nasional V
Nomor :
006/TKN-V/KTI/IV/2005
PEDOMAN DASAR KARANG TARUNA
MUKADIMAH
Bahwa dewasa ini Bangsa Indonesia sedang dihadapkan pada tuntunan
peradaban global dengan berbagai tantangan baik dari dalam negri maupun luar
negri yang perlu dijawab melalui penyesuaian structural dengan membangun
peradaban identitas ke-Indonesiaan yang lebih hakiki.
Bahwa
upaya untuk mewujudkan keserasian, keselarasan, dan keharmonisan perjalanan
bangsa menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari tanggung jawab sosial setiap
warga negara Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat dan berkarakter.
Bahwa kedudukan generasi muda menjadi sangat
strategis sebagai modal sosial dalam mewujudkan keserasian, keharmonisan, dan
keselarasan dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat tanpa
membedakan suku, agama, keturunan, golongan, kedudukan sosial ekonomi, dan
pendirian politik.
Bahwa
Karang Taruna merupakan organisasi sosial generasi muda yang dalam sejarahnya
mampu menampilkan karakternya sebagai wadah seluruh generasi muda sebagai
pejuang berkepribadian, berpengetahuan, dan terampil untuk memperkuat kemampuan
aktualisasi diri sebagai landasan pengabdian dalam mewujudkan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara melalui cipta, karsa, dan karya di
bidang kesejahteraan sosial.
Bahwa
untuk memperkuat peran – peran strategis generasi muda dalam mempertaruhkan
kedaulatan bangsa ini, maka menjadi komitmen dan tanggung jawab bersama untuk
menempatkan posisi Karang Taruna secara strategis pada tatanan yang lebih nyata
dalam bingkai setiap kehidupan sosial, ekonomi, dan politik bangsa menuju
tatanan masyarakat madani yang kuat dan berdaya, memiliki kemampuan daya saing
serta disegani oleh bangsa – bangsa di dunia sebagai bangsa yang beradab.
Bahwa
pedoman dasar Karang Taruna yang telah ditetapkan melalui Surat Keputusan
Menteri Sosial RI nomor: 11/HUK/1988 dinilai sudah kurang relevan lagi dengan
kebutuhan masyarakat pada era otonomi daerah dan reformasi, khususnya sebagai
landasan pengabdian generasi muda di bidang kesejahteraan sosial.
Bahwa
untuk mewujudkan dan mengetengahkan keberadaan Karang Taruna sebagaimana yang
dicita – citakan oleh setiap generasi muda, maka dipandang perlu untuk
menetapkan kembali Pedoman Dasar Karang Taruna.
BAB
I
NAMA, WAKTU, DAN KEDUDUKAN
Pasal
1
Organisasi sosial
generasi muda ini bernama Karang Taruna
Pasal 2
Karang Taruna terbentuk pertama
kali di Jakarta pada tanggal 26 September 1960 untuk jangka waktu yang tidak
ditentukan Lamanya.
Pasal 3
Karang Taruna berkedudukan di
tingkat desa/kelurahan atau komunitas sosial sederajat dalam wilayah hukum
Republik Indonesia.
BAB II
PENGERTIAN
Pasal 4
Karang Taruna adalah organisasi
sosial wadah pengembangan generasi muda non partisan yang tumbuh dan berkembang
atas dasar kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial dari, oleh, dan untuk
masyarakat, khususnya generasi muda di wilayah desa/kelurahan atau komunitas
sosial sederajat, bergerak terutama di bidang kesejahteraan sosial (Kessos).
BAB III
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 5
Karang Taruna berasaskan
Pancasila dan UUD 1945.
Pasal 6
Karang Taruna bertujuan untuk:
1.
Tumbuh dan berkembangnya kesadaran dan tanggung
jawab moral dan sosial setiap generasi muda dalam mencegah, menangkal, menanggulangi,
dan mengantisipasi berbagai masalah sosial;
2.
Meningkatnya kerjasama antar generasi muda dalam
rangka mewujudkan taraf kesejahteraan sosial bagi masyarakat;
3.
Terbentuknya jiwa dan semangat kejuangan Warga
Karang Taruna yang berkepribadian, berpengetahuan, dan terampil;
4.
Tumbuhnya potensi dan kemampuan generasi muda
dalam rangka meningkatnya keberdayaan Warga Karang Taruna;
5.
Termotivasinya setiap generasi muda untuk mampu
menjalin toleransi dalam kehidupan kemasyarakatan dan menjadi perekat persatuan
dalam keberagaman.
BAB IV
SIFAT, TUGAS
POKOK, DAN FUNGSI
Pasal 7
Karang Taruna adalah organisasi
sosial generasi muda yang bersifat keswadayaan, kebersamaan, dan berdiri
sendiri serta merupakan salah satu pilar partisipasi masyarakat di bidang
kesejahteraan sosial.
Pasal 8
Karang Taruna memiliki tugas
pokok bersama – sama pemerintah dan komponen masyarakat untuk menanggulangi
masalah – masalah kesejahteraan sosial khususnya di kalangan generasi muda.
Pasal 9
Untuk melaksanakan Tugas Pokok
tersebut, Karang Taruna memiliki fungsi:
1.
Menyelenggarakan usaha – usaha kesejahteraan
sosial;
2.
Menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat;
3.
Menyelenggarakan pemberdayaan masyarakat lokal
untuk mendukung kebijakan otonomi daerah yang lebih terarah, terpadu, dan
berkesinambungan;
4.
Menyelenggarakan dan mengembangkan jiwa
kewirausahaan bagi generasi muda;
5.
Menumbuhkembangkan dan memperkuat nilai – nilai
kearifan lokal, kesetiakawanan sosial, kekeluargaan, dan persatuan di kalangan
generasi muda dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia;
6.
Melaksanakan rujukan dan fasilitasi bagi
penyandang masalah kesejahteraan sosial;
7.
Melaksanakan pendampingan dan advokasi;
8.
Membangun dan memperkuat system jaringan
komunikasi, informasi, dan kemitraan strategis dengan berbagai pihak.
BAB V
KEANGGOTAAN
Pasal 10
1.
Keanggotaan Karang Taruna menganut system
stelsel pasif, yaitu bahwa setiap generasi muda Warga Negara Indonesia yang
berusia 11 tahun sampai dengan 45 tahun di wilayah Republik Indonesia, yang
mempunyai hak dan kewajiban yang sama tanpa membedakan agama, suku, asal
keturunan, jenis kelamin, kedudukan sosial ekonomi, dan pendirian politik,
adalah anggota yang selanjutnya disebut Warga Karang Taruna;
2.
Pengaturan lebih lanjut ketentuan dimaksud ayat
1 tersebut di atas, ditetapkan dalam Pedoman Rumah Tangga Karang Taruna.
BAB VI
KEORGANISASIAN,
KEPENGURUSAN, DAN TATA KERJA
Pasal 11
1.
Keorganisasian Karang Taruna terdiri dari:
a.
desa/kelurahan atau komunitas sosial sederajat;
b.
kecamatan;
c.
kabupaten;
d.
provinsi;
e.
nasional;
2.
Struktur organisasi sebagaimana dimaksud ayat 1
di atas, selanjutnya ditetapkan dalam Pedoman Rumah Tangga Karang Taruna.
Pasal 12
Pengurus Karang Taruna sesuai
dengan keorganisasiannya diatur sebagai berikut:
1.
Pengurus desa/kelurahan atau komunitas sosial
sederajat adalah pelaksana organisasi dalam lingkup wilayah desa/kelurahan atau
komunitas sosial sederajat, yang disahkan Temu Karya Desa/Kelurahan atau
komunitas sosial sederajat;
2.
Pengurus Kecamatan adalah pelaksana organisasi
dalam lingkup wilayah kecamatan, yang disahkan Temu Karya kecamatan;
3.
Pengurus Kabupaten/Kota adalah pelaksana
organisasi dalam lingkup wilayah kabupaten/kota, yang disahkan dalam Temu Karya
Kabupaten/kota;
4.
Pengurus Provinsi adalah pelaksana organisasi
dalam lingkup wilayah provinsi, yang disahkan dalam Temu karya Provinsi;
5.
Pengurus Nasional adalah pelaksana organisasi
dalam lingkup wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang disahkan dalam
Temu Karya Nasional dan dikukuhkan oleh Mentri Sosial RI.
Pasal 13
1.
Mekanisme keorganisasian Karang Taruna bersifat
koordinatif, konsultatif, dan kolaboratif mulai dari tingkat desa/kelurahan
atau komunitas sosial sederajat. Kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi hingga
tingkat nasional;
2.
Untuk membangun mekanisme keorganisasian
sebagaimana dimaksud ayat 1 pasal ini, yang ditujukan bagi kepentingan
operasionalisasi dan pengembangan Karang Taruna di tingkat desa/kelurahan atau
komunitas sosial sederajat, maka pengurus Karang Taruna mulai tingkat kecamatan
hingga tingkat nasional memiliki fungsi – fungsi sebagai berikut:
a.
Menyelenggarakan aktivitas informative,
komunikatif, dan edukatif;
b.
Memberdayakan, mengembangkan, dan memperkuat
system jaringan kerjasama (networking) antar Karang Taruna serta dengan
pihak lain;
c.
Menyelenggarakan mekanisme pengambilan keputusan
organisasi dan menjalankan fungsi pendampingan;
d.
Menyelenggarakan advokasi;
e.
Mengembangkan konsolidasi dan sosialisasi untuk
menjaga soliditas dan konsistensi organisasi serta menjaga dan mengembangkan
citra organisasi.
BAB VII
PEMBINA
Pasal 14
Karang Taruna memiliki Pembina
Utama, Pembina Umum, Pembina Fungsional, dan Pembina Teknis.
Pasal 15
Presiden Republik Indonesia
adalah Pembina Utama Karang Taruna.
Pasal 16
Pembina pada tingkat nasional
terdiri dari:
1.
Menteri Dalam Negri Republik Indonesia sebagai
Pembina Umum;
2.
Menteri Sosial Republik Indonesia sebagai
Pembina Fungsional;
3.
Pimpinan Departemen/Kementerian
Negara/Lembaga/Badan Negara sebagai Pembina Teknis.
Pasal 17
Pembina di tingkat daerah
terdiri dari:
1.
Pembina Umum terdiri dari:
a.
Gubernur untuk tingkat provinsi;
b.
Bupati/Walikota untuk tingkat kabupaten/kota;
c.
Camat untuk tingkat kecamatan;
d.
Kepala Desa/Lurah untuk tingkat desa/kelurahan
atau komunitas sosial sederajat;
2.
Pembina Fungsional adalah Kepala Instansi
(Dinas/Jawatan /Unit/Seksi)
Sosial/Kesejahteraan Sosial baik untuk lingkup wilayah provinsi,
kabupaten/kota, dan kecamatan maupun desa/kelurahan atau komunitas sosial
sederajat;
3.
Pembina Teknis adalah pejabat
Instansi/Lembaga/Badan lain di masing – masing wilayahnya.
BAB VIII
LEMBAGA –
LEMBAGA LAIN
Pasal 18
Karang Taruna dapat membentuk
wadah penghimpun mantan pengurus Karang Taruna dan tokoh masyarakat lain yang
berjasa dan bermanfaat bagi kemajuan Karang Taruna.
Pasal 19
Karang Taruna dapat membentuk
Unit Teknis sesuai kebutuhan pengembangan organisasi yang bertanggung jawab
kepada pengurus Karang Taruna yang membentuknya.
BAB IX
BENTUK – BENTUK
FORUM PERTEMUAN
Pasal 20
1.
Bentuk – bentuk forum pertemuan dalam Karang
Taruna terdiri dari:
a.
Temu Karya;
b.
Rapat Kerja;
c.
Rapat Pimpinan;
d.
Rapat Pengurus Pleno;
e.
Rapat Pengurus Harian;
f.
Rapat Konsultasi;
2.
Ketentuan mengenai mekanisme forum pertemuan
tersebut di atas selanjutnya diatur dalam Pedoman Rumah Tangga Karang Taruna.
BAB X
FORUM DAN
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pasal 21
1.
Forum – forum pertemuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 20 di atas, akan sah apabila dihadiri oleh lebih dari setengah
jumlah peserta (pengurus);
2.
Pengambilan keputusan pada dasarnya dilakukan
secara musyawarah untuk mufakat dan apabila hal itu ternyata tidak memungkinkan
dicapai, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak;
3.
Khusus untuk perubahan Pedoman Dasar Karang
Taruna:
a.
Sekurang – kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari
jumlah peserta (provinsi) harus hadir ditambah unsur dari pembina fungsional
(Departemen Sosial);
b.
Keputusan adalah sah apabila diambil dengan
persetujuan sekurang – kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah peserta
(provinsi) yang hadir ditambah unsur dari pembina fungsional.
BAB XI
KEUANGAN
ORGANISASI
Pasal 22
Keuangan Karang Taruna dapat
diperoleh dari:
1.
Iuran Warga Karang Taruna;
2.
Subsidi dari pemerintah;
3.
Usaha – usaha yang sah dan sumbangan yang
sifatnya tidak mengikat.
BAB XII
IDENTITAS
ORGANISASI
Pasal 23
1.
Karang Taruna memiliki lambang, bendera, dan
panji yang telah ditetapkan dalam Keputusan Mentri Sosial RI;
2.
Karang Taruna memiliki lagu mars dan hymne yang
penggunaannya diatur dalam Pedoman Rumah Tangga Karang Taruna.
BAB XIII
PERUBAHAN
PEDOMAN DASAR
Pasal 24
Perubahan Pedoman Dasar Karang
Taruna hanya dapat dilakukan dalam Temu Karya Nasional Karang Taruna setelah
memperoleh persetujuan sekurang – kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah
peserta (provinsi) yang hadir, kemudian diusulkan untuk disahkan oleh Menteri
Sosial Republik Indonesia.
BAB XIV
ATURAN PERALIHAN
Pasal 25
Peraturan – peraturan dan/atau
badan – badan yang ada tetap berlaku selama belum diadakan perubahan dan
keberadaannya tidak bertentangan dengan Pedoman Dasar Karang Taruna ini.
BAB XV
PENUTUP
Pasal 26
1.
Hal – hal yang belum diatur dalam Pedoman Dasar
Karang Taruna ini akan ditentukan kemudian dalam Pedoman Rumah Tangga Karang
Taruna serta peraturan – peraturan lain yang tidak bertentangan dengan Pedoman
Dasar Karang Taruna ini;
2.
Pedoman Dasar Karang Taruna ini berlaku sejak
tanggal ditetapkan.
PEDOMAN RUMAH TANGGA KARANG
TARUNA
(HASIL AMANDEMEN
PADA FORUM TKN V TAHUN 2005)
BAB I
KEANGGOTAAN
Pasal 1
Jenis
Keanggotaan
Anggota Karang Taruna terdiri
dari Anggota Pasif dan Anggkota Aktif.
Pasal 2
1.
Anggota Pasif adalah keanggotaan yang bersifat
stelsel pasif (keanggotaan otomatis), yakni seluruh remaja dan pemuda yang
berusia 11 s/d 45 tahun;
2.
Anggota Aktif adalah keanggotaan yang bersifat
kader, berusia 11 s/d 45 tahun karena potensi, bakat, dan produktivitasnya
untuk mendukung pengembangan organisasi Karang Taruna dan program – programnya.
Pasal 3
Kriteria
Keanggotaan
1.
Anggota Pasif adalah keanggotaan muda yang
menjadi kelompok sasaran khusus dalam pengembangan program – program
organisasi;
2.
Anggota Aktif adalah generasi muda di tingkat
desa/kelurahan atau komunitas sosial sederajat yang telah mengikuti secara
aktif sekurang – kurangnya 6 (enam) bulan berturut – turut kegiatan – kegiatan
yang dilaksanakan oleh Karang Taruna.
Pasal 4
Pemberhentian
Keanggotaan
Keanggotaan berhenti karena:
1.
Meninggal dunia;
2.
Atas permintaan sendiri, untuk Anggota Aktif;
3.
Diberhentikan sementara, untuk Anggota Aktif;
4.
Diberhentikan, untuk Anggota Aktif;
Pasal 5
1.
Setiap anggota memiliki hak:
a.
Mendapatkan pelayanan yang sama dalam rangka
penyelenggaraan program – program organisasi;
b.
Menyampaikan pendapat, saran, bertanya, dan
menyampaikan kritik baik secara lisan maupun tertulis kepada organisasi;
c.
Untuk menjadi Pengurus Karang Taruna bagi setiap
Anggota Aktif yang memenuhi persyaratan tertentu;
d.
Memilih dan dipilih bagi setiap Anggota Aktif
sesuai dengan mekanisme organisasi;
e.
Memperoleh fasilitas keanggotaan.
2.
Setiap anggota memiliki kewajiban:
a.
Mematuhi Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga
Karang Taruna serta ketentuan – ketentuan organisasi lainnya;
b.
Membayar iuran;
c.
Menjaga nama baik organisasi;
d.
Mengikuti kegiatan – kegiatan yang
diselenggarakan organisasi bagi Anggota Aktif;
Pasal 6
Pemberhentian dan pemberhentian
sementara keanggotaan aktif diatur mekanismenya secara terpisah.
BAB II
KEPENGURUSAN
Pasal 7
1.
Kepengurusan dibentuk melalui Temu Karya masing
– masing tingkatan;
2.
Untuk menjamin dayaguna dan hasilguna dengan
sebaik – baiknya, kepengurusan Karang Taruna dibagi menjadi Pengurus Harian dan
Pengurus Pleno;
3.
Pengurus Pleno adalah semua pengurus yang secara
definitive dikukuhkan dalam forum tertinggi organisasi Karang Taruna masing –
masing wilayahnya;
4.
Pengurus Harian adalah pengurus yang hanya
terdiri dari unsur Ketua/Ketua Umum, para Wakil Ketua (para ketua untuk tingkat
nasional), Sekretaris/Sekretaris Umum, para Wakil Sekretaris (Sekretaris untuk
tingkat nasional), serta Bendahara/Bendahara Umum, dan Wakil Bendahara
(Bendahara untuk tingkat nasional).
Pasal 8
Pembentukan
Kepengurusan
1.
Pembentukan kepengurusan dilakukan dalam Temu
Karya di masing – masing tingkatannya apabila:
a.
Pengurus sebelumnya telah habis masa
jabatan/bhaktinya;
b.
Dalam masa jabatan/bhakti berjalan tetapi dalam
kurun waktu selama – lamanya 2 (dua) tahun tidak menunjukan keaktifan sejak
pembentukannya dalam Temu Karya
c.
Terjadi pemekaran suatu wilayah baru;
2.
Untuk ketentuan dalam butir b dan c ayat 1 di
atas, maka pengurus satu tingkat di atasnya berkewajiban memfasilitasi dengan
terlebih dahulu membentuk caretaker
kepengurusan;
3.
Untuk ketentuan dalam butir a ayat 1 di atas,
pengurus satu tingkat di atasnya berkewajiban memfasilitasi dengan membentuk caretaker
apabila masa jabatan (masa bhakti) kepengurusan telah habis namun belum jga
dilakukan Temu Karya;
4.
Tata cara pembentukan dan pemilihan pengurus
diatur tersendri dalam ketentuan lain yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Pedoman Rumah Tangga Karang Taruna ini;
5.
Pengurus Karang Taruna yang sudah dibentuk
kemudian direkomendasikan oleh forum Temu Karya untuk disahkan dengan Surat
Keputusan Pengurus satu tingkat diatasnya dan dapat dilantik oleh Pembina Umum
(Kepala Daerah) di masing – masing tingkatannya, kecuali Pengurus Nasional oleh
Mentri Sosial RI dengan rekomendasi hanya dari forum Temu Karya Nasional;
6.
Uraian/pembagian tugas dan tata cara pengukuhan
kepengurusan selanjutnya ditetapkan dalam peraturan organisasi tersendiri yang
tidak terpisahkan dari Pedoman Rumah Tangga Karang Taruna ini.
Pasal 9
Masa Jabatan dan
Jumlah Pengurus
1. Masa
jabatan kepengurusan diatur sebagai berikut:
a.
Untuk tingkat nasional hingga kecamatan 5 tahun;
b.
Untuk tingkat desa/kelurahan ke bawah 3 tahun;
2. Jumlah
kepengurusan untuk masing – masing tingkatan pada dasarnya ditentukan dalam
Temu Karya, namun setiap tingkatan memiliki batasan minimal sebagai berikut:
a. Nasional :
39 orang;
b. Provinsi :
35 orang;
c. Kabupaten/kota :
29 orang;
d. Kecamatan : 25 orang;
e. Desa/Kelurahan : 35 orang.
si keputusan Menteri Sosial RI Nomor 65/HUK/KEP/XI/1982 apa min, mohon pencerahannya
BalasHapus